Perspektif Religi, Eddy Syarif: Komunikasi Merawat Negeri

    Perspektif Religi, Eddy Syarif: Komunikasi Merawat Negeri

    BANDUNG - Merawat, merupakan sebuah pekerjaan yang baik, sehingga apapun yang dirawat,  tentunya menjadi lebih terjaga dan terpelihara dengan baik. Merawat dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) mempunyai arti memelihara; menjaga; mengurus; membela (orang sakit). Ketika kata tersebut disambungkan dengan kata negeri, tentu memori otak kita tertuju pada  tempat tinggal suatu bangsa pada suatu Negara. 

    Negara kebangsaan ( Nation state) adalah suatu istilah politik yang berarti warga negara yang tinggal di suatu negara juga merupakan bangsa yang sama. Jadi, suku bangsanya hanya satu.

    Negara kebangsaan yang pembentukannya didasarkan pada semangat kebangsaan atau nasionalisme yaitu pada tekad suatu masyarakat untuk membangun masa depan bersama di bawah satu negara yang sama, walaupun warga masyarakat tersebut berbeda-beda agama, ras, etnik, atau golongannya.

    Dalam kehidupan bernegara  banyak hal yang menjadi permasalahan yang patut dijaga, dirawat dan dipelihara. Oleh siapa? Tentunya oleh seluruh rakyat Indonesia dari Sabang hingga Merauke. 

    Menarik membicarakan relegi.  Relegi dalam arti kata kepercayaan keyakinan kepada tuhan atau agama yang dianutnya. Kepercayaan dan keyakinan kepada tuhan atau agama itu telah lama dimiliki dan menjadi bagian  keyakinan masyarakat Indonseia.

    Hal itu,  tercermin pada rumusan dasar Negara dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang tertuang  pada butir Sila pertama  Pancasila sebagai dasar Negara republik Indonesia “Ketuhanan yang maha esa”. Ketuhanan yang Maha Esa pada dasarnya memuat pengakuan ekplisit akan eksistensi Tuhan sebagai Sang Pencipta.

    Nilai ketuhanan dalam Pancasila menunjukkan bahwa eksistensi negara, bangsa, dan manusia Indonesia berkorelasi dengan Tuhan yang diyakini sebagai sumber segala kebaikan. Sesuatu kebaikan, tentunya perlu menjaga dan merawatnya, agar tercapai apa yang menjadi tujuan bernegara.

    1. Negara “Ketuhanan Yang Maha Esa
    Pada sila pertama Pancasila dan pasal 29 UUD 1949. Tentunya mengandung arti, cerminan dari masyarakat Indonesia yang beragama. Pendiri dan pejuang kemerdekaan yang merumuskan hal itu tentu sangat mempertimbangan keinginan masyarakatnya.

    Kuatnya dimensi ketuhanan di dalam pemikiran the foundings fathers dalam mendirikan negara berketuhanan tercermin dan ditegaskan setelah disepakatinya rumusan dasar negara “Ketuhanan Yang Maha Esa” dalam Pembukaan UUD 1945. 

    Negara Republik Indonesia yang didirikan memiliki, rumusan “Ketuhanan Yang Maha Esa” “Negara haruslah berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Ketuhanan yang Maha esa disepakati untuk ditempatkan sebagai sila pertama Pancasila. Sebagai sila pertama, “Ketuhanan Yang Maha Esa” memberikan nafas sekaligus roh bagi keseluruhan sila-sila Pancasila. Mengutp pendapat Jimly Asshiddiqie, sila pertama dan utama tersebut menerangi keempat sila lainnya. 

    Keistimewaan sila Ketuhanan Yang Maha Esa suatu yang abadi. Karena sila tersebut tertelak di luar ciptaan akal-budi manusia, bukan merupakan hasil kebudayaan manusia, sesuatu yang abadi, kekal tidak berubah-ubah. Tidak dapat dipengaruhi oleh manusia dan tidak pula dapat ditundukkan pada kemauan dan keinginan manusia. Hanya sila Ketuhanan Yang Maha Esa yang bukan merupakan hasil kebudayaan manusia.. Oleh karena itu, sila Ketuhanan Yang Maha Esa dijadikan landasan yang paling kokoh bagi Negara Republik Indonesia. 

    Ketuhanan yang Maha Esa pada dasarnya memuat pengakuan ekplisit akan eksistensi Tuhan sebagai Sang Pencipta. Nilai ketuhanan dalam Pancasila menunjukkan bahwa eksistensi negara, bangsa, dan manusia Indonesia berelasi dengan Tuhan yang diyakini sebagai sumber segala kebaikan.

    Ia merupakan fundamen moral dan berdimensi religius yang menentukan pola dasar bagi seluruh kehidupan negara. Dalam Pancasila, nilai ketuhanan dibaca dan dimaknai secara hierarkis. merupakan nilai tertinggi karena menyangkut nilai yang bersifat mutlak. Seluruh nilai kebaikan diturunkan dari nilai ini. Suatu perbuatan dikatakan baik apabila tidak bertentangan dengan nilai, kaidah dan hukum Tuhan. 

    Prinsip ketuhanan relegi itu diwujudkan dalam paham kemanusiaan yang adil dan beradab sebagai watak kebangsaan Indonesia yang dapat menentukan kualitas dan derajat kemanusiaan seseorang di antara sesama manusia sehingga perikehidupan bermasyarakat dan bernegara dapat tumbuh sehat dalam struktur kehidupan yang adil sehingga kualitas peradaban bangsa dapat berkembang secara terhormat di antara bangsa-bangsa. 

    Nilai-nilai ketuhanan relegi merupakan nilai-nilai ketuhanan yang berkebudayaan dan berkeadaban. Artinya, nilai-nilai etis ketuhanan yang digali dari nilai profetis agama-agama dan kepercayaan bangsa yang bersifat membebaskan, memuliakan keadilan dan persaudaraan, ketuhanan lapang, dan toleran yang memberi semangat kegotong-royongan dalam etika sosial dalam kehidupan berbangsa bernegara.

    Sila Ketuhanan mengajak bangsa Indonesia untuk mengembangkan etika sosial dalam kehidupan publik-politik dengan memupuk rasa kemanusiaan dan persatuan, mengembangkan permusyawaratan dan keadilan sosial. Dalam pemahaman di atas, Ketuhanan yang Maha Esa bukan merupakan prinsip yang memasuki ruang akidah umat beragama, melainkan suatu prinsip hidup bersama dalam suatu negara di tengah masyarakat dengan keragaman agama dan keyakinan.

    Pengakuan eksistensi tuhan di seluruh aspek kehidupan bernegara pengakuan eksistensi tuhan selanjutnya juga dituangkan dalam Pembukaan UUD 1945. Dan dinyatakan pula pada pasal 29 UUD 1945, Negara berdasar atas ketuhanan yang maha esa, dan kebebasan beragama. Serta negara menjamin tiap-tiap penduduk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaan itu.

    Di awal Indonesia merdeka tahun 1945, ada lima agama yang diakui oleh Negara yaitu: Hindu, Budha, Islam, Kristen, Katolik. Kemudian ketika Era Abdul tahman Wahid atau gusdur menjadi Presiden tahun 2000 menambahkan satu lagi agama, yaitu Konghucu.

    Ke enam agama ini kemudian berbaur satu sama lain, sejak awal kemerdekan tidak menjadi suatu permasalahan, karena Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku, agama. Indonesia memiliki lebih dari 300 kelompok etnik atau suku bangsa, lebih tepatnya terdapat 1.340 suku bangsa di Tanah Air menurut sensus BPS tahun 2010. 

    Suku Jawa adalah kelompok terbesar di Indonesia dengan jumlah yang mencapai 41?ri total populasi.. Orang Jawa kebanyakan berkumpul   di pulau Jawa, akan tetapi jutaan jiwa telah ber-transmigrasi dan tersebar ke berbagai pulau di Indonesia.

    Negara Indonesia memiliki keanekaragaman budaya dan kekayaan bahasa yang sangat banyak, dengan kekhasan yang berbeda satu sama lain, dan ketika keanekaragaman dan kekayaan itu menyatu menjadi satu bangsa.  memiliki 742 bahasa/dialek, terdiri atas berbagai suku bangsa dan sub suku bangsa. Dari berbagai suku dan agama, budaya tersebut, adakalanya terjadinya persinggungan, namun bila masyarakat memahami dan menjalankan agamanya masing masing tentu tidaklah menjadi persoalan yang besar.
     
    2. Negara menjamin, penduduk memeluk agamanya, dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.

    Kurangnya pemahaman agama atas agama yang dianutnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara bagaimana mungkin dapat merawatnya dengan baik. Merawat dapat dilakukan  bila seseorang atau masyarakatnya tersebut memahami terlebih dahulu suatu relegi yang menjadi keyakinannya. L

    Bila keyakinan beragama kurang dipahami dengan baik maka akan terjadi permasalahan di tengah-tengah masyarakat berbangsa bernegara. Diperlukan pembelajaran agama agar dapat menjadi keyakinan akan harapan hidupnya, seperti pada pembelajaran pendidikan agama yang telah diajarkan di sekolah-sekolah seluruh Indonesia, hal itu dapat  membantu untuk memahami dan menjalankannya ibadat agamanya masing-masing.

    Ada enam (6) keyakinan agama yang telah diakui oleh negara yang masyarakatnya dapat memilih dan meyakininya. Setiap agama, agama apapun itu  tentunya mengajarkan kebaikan moral dan lain sebagainya, pada penganutnya, dan menjadikan penganutnya tersebut patuh dan taat pada aturan-aturan ajaran agamanya yang mengajarkan moral dan kebaikan. 

    Bila saja seluruh masyarakat memahami dan  menjalankan sepenuhnya ajaran agamanya, secara  lurus-lurus saja, tentunya tidak akan terjadi persinggungan antar umat beragama. Ibarat jalan raya, terdapat enam jalur lurus, pastilah tidak akan terjadi persinggungan satu sama lainnya. Berjalan sesuai rel dalam garis-garis agama masing-masing sesuai dengan keyakinan releginya.

    Masing-masing pribadi masyarakat dapat menjalankan agamanya masing-masing saja dengan tidak mempersoalkan agama yang bukan agamanya. Sehingga dipastikan tercipta kedamaian antar umat beragama. Seperti dimaksud pada pasal 29 UUD 1945, Negara menjamin tiap-tiap penduduk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya.

    Kasus yang terjadi akhir-akhir ini, mempersoalkan prinsip keyakinan dalam agama tertentu menjadi persoalan, seperti memaksakan kehendak Suku Ras dan Agama (SARA). Mengatur suatu agama dengan sikap politik dan ideology tertentu.persoalan Islamophobia yang ramai menjadi persoalan akhir-akhir ini, tentunya menjadi persoalan dan keprihatinan masyarakat dan Negara.

    Kurangnya pemahaman seperti terjadi kasus-perkasus tentang merendahkan, menhujat agama tertentu sangat dirasakan akhirr-akhir ini, munculnya islamophobia itu sangat dirasakan saat ini, baik skala internasional, maupun nasional. Seperti terjadi pembiaran oleh Negara.... Hal tersebut terjadi, mungkin karena kurangnya memahami dan mengaplikasikan Pancasila dalam kehidupan terutama pada pasal 29 UUD 1945.

    Bandung , November  2022
    Eddy Syarif
    Tukang Foto Keliling Kampung

    eddy syarif
    Updates

    Updates

    Artikel Sebelumnya

    Kenang Jasa Pahlawan Ditlantas Hentikan...

    Artikel Berikutnya

    Hendri Kampai: Macan Versus Banteng di Antara...

    Berita terkait